Jakarta, CNBC Indonesia – Israel meningkatkan serangan udara di Rafah semalam setelah menyatakan akan mengevakuasi warga sipil dari kota Gaza selatan dan melancarkan serangan habis-habisan meskipun sekutu memperingatkan bahwa hal ini dapat menyebabkan korban jiwa yang besar.
Petugas medis di daerah kantong Palestina yang terkepung melaporkan lima serangan udara Israel di Rafah pada Kamis (25/4/2024) pagi yang menghantam sedikitnya tiga rumah, menewaskan sedikitnya enam orang termasuk seorang jurnalis lokal.
“Kami takut dengan apa yang akan terjadi di Rafah. Tingkat kewaspadaan sangat tinggi,” tutur Ibrahim Khraishi, duta besar Palestina untuk PBB, kepada Reuters.
“Beberapa orang pergi, mereka takut dengan keluarga mereka, tapi ke mana mereka bisa pergi? Mereka tidak diizinkan pergi ke utara sehingga dikurung di wilayah yang sangat kecil.”
Jalur Gaza memiliki panjang sekitar 40 km (25 mil) dan lebar antara sekitar 5 km (3 mil) dan 12 km (7,5 mil) dan merupakan salah satu wilayah yang paling padat penduduknya di dunia.
Pada bulan ketujuh perang udara dan darat yang menghancurkan, pasukan Israel juga kembali membombardir wilayah utara dan tengah wilayah kantong tersebut, serta di timur Khan Younis di selatan. Tujuan Israel adalah menghancurkan Hamas, meskipun tidak jelas bagaimana mereka akan melakukannya.
Sebuah tim PBB yang mengunjungi lokasi persiapan dan dermaga untuk operasi bantuan maritim terpaksa berlindung di bunker pada hari Rabu setelah daerah tersebut diserang, kata seorang juru bicara pada Kamis.
Mereka berada di sana selama “beberapa waktu”, tetapi tidak ada yang terluka.
Kabinet perang Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengadakan pertemuan “untuk membahas cara menghancurkan sisa-sisa terakhir, seperempat batalion terakhir Hamas, di Rafah dan di tempat lain,” kata juru bicara pemerintah David Mencer.
Dia menolak mengatakan kapan atau apakah forum rahasia itu akan memberikan lampu hijau untuk operasi darat di Rafah.
Israel telah membunuh sedikitnya 34.305 warga Palestina, kata otoritas kesehatan Gaza.. Serangan tersebut telah menghancurkan sebagian besar daerah perkotaan, menyebabkan sebagian besar dari 2,3 juta penduduknya mengungsi dan meninggalkan banyak orang dengan sedikit makanan, air, atau perawatan medis.
Seorang pakar PBB yang berbicara setelah kunjungan ke Yordania dan Mesir mengatakan bahwa lembaga-lembaga bantuan melihat adanya peningkatan jumlah pasien yang menderita kekurangan makanan akut di wilayah kantong tersebut.
“Apa yang saya lihat di sini sungguh membuat trauma. Pasien-pasien yang sebelumnya tiba di Mesir dengan gejala-gejala ledakan dan cedera akibat perang lainnya kini bergabung dengan semakin banyak pasien, seringkali anak-anak, dengan penyakit kronis dan kekurangan gizi parah,” tutur Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk Hak Asasi Manusia di Wilayah Pendudukan.
Israel membalas serangan Hamas pada 7 Oktober yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan 253 orang disandera, menurut penghitungan Israel. Hamas yang didukung Iran bersumpah akan menghancurkan Israel karena pendudukannya di wilayah Palestina.
Meningkatnya peringatan Israel mengenai invasi Rafah, tempat perlindungan terakhir bagi sekitar satu juta warga sipil yang melarikan diri dari pasukan Israel ke utara pada awal perang, telah mendorong beberapa keluarga untuk pergi ke wilayah pesisir al-Mawasi atau mencoba menuju ke titik-titik yang lebih utara.
Namun banyak yang bingung ke mana mereka harus pergi, dan mengatakan bahwa pengalaman mereka selama 200 hari perang telah mengajarkan mereka bahwa tidak ada tempat yang benar-benar aman.
Mohammad Nasser (34), ayah tiga anak, mengatakan dia telah meninggalkan Rafah dua minggu lalu dan sekarang tinggal di tempat penampungan di Deir Al-Balah di Gaza tengah untuk menghindari serangan Israel dan tidak dapat melarikan diri.
“Kami lolos dari satu jebakan ke jebakan lainnya, mencari tempat-tempat yang dianggap aman oleh Israel sebelum mereka mengebom kami di sana. Ini seperti permainan tikus dan jebakan,” katanya kepada Reuters.
“Kami mencoba beradaptasi dengan kenyataan baru, berharap keadaan akan menjadi lebih baik, tapi saya ragu hal itu akan terjadi.”
Shaina Low, juru bicara Dewan Pengungsi Norwegia mengatakan tampaknya jumlah pengungsi di Rafah, yang berbatasan dengan Mesir, lebih sedikit. Dia mengatakan tim di lapangan mengatakan masyarakat memperkirakan akan terjadi invasi setelah hari raya Paskah Yahudi berakhir pada 30 April.
Seorang pejabat senior pertahanan Israel mengatakan pada hari Rabu bahwa Israel siap untuk mengevakuasi warga sipil sebelum serangannya terhadap Rafah dan telah membeli 40.000 tenda yang masing-masing dapat menampung 10 hingga 12 orang.
Citra satelit Mawasi antara Rafah, Khan Younis dan laut, sebuah area pantai berpasir dan ladang yang hanya membentang sekitar 5 kali 3 km (tiga kali dua mil), menunjukkan pemukiman kamp yang signifikan didirikan selama dua minggu terakhir.
Artikel Selanjutnya
Perang Israel-Hamas Bikin Dunia Inflasi, Ini Buktinya
(luc/luc)